Imam Bukhari: Sang Pemimpin Ahli Hadits

Kabartabligh.com – Imam Bukhari, seorang ulama besar dalam ilmu hadits, dilahirkan dengan nama lengkap Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari pada tahun 810 M di kota Bukhara, yang sekarang terletak di Uzbekistan. Ia tumbuh dalam lingkungan keluarga yang sangat religius dan berilmu. Ayahnya, Ismail bin Ibrahim, adalah seorang ulama terkemuka yang dikenal akan ketakwaan dan kejujurannya. Namun, Ismail meninggal ketika Bukhari masih kecil, meninggalkan keluarganya dalam keadaan yatim.
Kehilangan Penglihatan dan Doa Sang Ibu
Saat masih bayi, Imam Bukhari mengalami kebutaan. Ibunya sangat terpukul dan tidak henti-hentinya berdoa kepada Allah agar penglihatan anaknya dikembalikan. Malam demi malam, ia memohon dengan penuh ketulusan dan keikhlasan. Hingga suatu malam, sang ibu bermimpi melihat Nabi Ibrahim yang berkata, “Wahai ibu, Allah telah mengembalikan penglihatan anakmu karena doa-doamu yang penuh ketulusan.” Keesokan harinya, keajaiban terjadi. Imam Bukhari bisa melihat kembali dengan sempurna.
Awal Perjalanan Ilmu
Sejak kecil, Imam Bukhari sudah menunjukkan kecerdasan yang luar biasa. Ia mulai belajar ilmu hadits pada usia 11 tahun. Ia memiliki daya ingat yang sangat kuat sehingga dapat menghafal hadis-hadis dengan cepat dan tepat. Bakat ini mulai terlihat ketika ia memperbaiki kesalahan seorang guru hadis terkenal di Bukhara, Syekh Ad-Dakhili, yang keliru dalam menyebutkan sanad sebuah hadis. Meski masih sangat muda, Bukhari dengan penuh hormat menyebutkan sanad yang benar, dan ternyata setelah diperiksa, ia benar.
Perjalanan Menuntut Ilmu
Pada usia 16 tahun, Imam Bukhari melakukan perjalanan ke Mekkah dan Madinah bersama ibunya dan kakaknya. Di sana, ia mulai belajar kepada para ulama besar dan mendalami ilmu hadits. Ia tidak hanya belajar, tetapi juga mengumpulkan hadis dari para perawi terpercaya. Kehausan ilmunya membawanya berkeliling ke berbagai wilayah Islam seperti Basrah, Kufah, Baghdad, Mesir, dan Syam (Suriah).
Selama perjalanannya, Imam Bukhari bertemu dengan banyak ulama hadis ternama, termasuk Imam Ahmad bin Hanbal, yang kelak menjadi gurunya dan sangat menghormatinya. Bukhari juga dikenal karena sangat teliti dalam memilih hadits. Ia hanya menerima hadits dari perawi yang dikenal jujur, terpercaya, dan memiliki ingatan yang kuat.
Karya Monumental: Shahih al-Bukhari
Imam Bukhari mulai menulis kitab Shahih al-Bukhari di Masjidil Haram, Mekkah. Ia sangat berhati-hati dalam menyusun kitab ini. Sebelum menuliskan satu hadis, ia selalu mandi dan shalat dua rakaat, memohon petunjuk kepada Allah. Dari 600.000 hadits yang ia kumpulkan, hanya 7.275 hadits yang ia pilih dan anggap sahih. Ia menyusun kitab ini dengan sangat teliti, membaginya ke dalam bab-bab berdasarkan tema, sehingga memudahkan pembaca dalam mencari hadis yang relevan.
Kitab Shahih al-Bukhari menjadi rujukan utama umat Islam setelah Al-Quran. Ulama dari berbagai penjuru dunia sepakat bahwa kitab ini adalah kumpulan hadits paling sahih dan terpercaya.
Ujian Hidup dan Keteguhan Prinsip
Imam Bukhari dikenal sangat teguh dalam prinsip dan kejujuran ilmiah. Suatu ketika, ia didatangi oleh sekelompok ulama yang mencoba menguji kecerdasannya dengan mencampur-adukkan sanad dan matan hadis. Dengan tenang, Imam Bukhari mengoreksi semuanya dengan sempurna, menunjukkan betapa kuatnya ingatannya.
Namun, keteguhannya dalam memegang kebenaran juga menimbulkan rasa iri di kalangan ulama lain. Ia difitnah oleh orang-orang yang tidak senang dengan popularitas dan ketegasan prinsipnya. Ia diusir dari Naisabur dan kembali ke kampung halamannya di Bukhara, tetapi penguasa setempat tidak mengizinkannya tinggal lama di sana karena fitnah yang terus berdatangan.
Akhir Hidup yang Mulia
Akhir hidup Imam Bukhari dihabiskan di Khartank, sebuah desa kecil di dekat Samarkand. Di sana, ia menghabiskan waktunya dengan mengajar dan beribadah. Pada malam Idul Fitri tahun 256 H (870 M), Imam Bukhari menghembuskan napas terakhir dalam usia 62 tahun. Ia dimakamkan di Khartank, dan hingga kini makamnya terus dikunjungi oleh banyak orang yang menghormati jasa dan ilmunya.
Warisan yang Tak Terlupakan
Imam Bukhari dikenang sebagai pemimpin para ahli hadits dan salah satu ulama terbesar dalam sejarah Islam. Shahih al-Bukhari menjadi kitab hadis paling muktabar setelah Al-Quran dan terus dipelajari oleh umat Islam di seluruh dunia. Keikhlasan, keteguhan prinsip, dan ketelitiannya dalam mengumpulkan hadis menjadikannya teladan yang abadi.
Semoga Allah merahmati Imam Bukhari dan menerima semua amal kebaikannya.