Lafal Qawwam dalam QS An Nisa’ 34 Perspektif Hermeneutika Scheielmacher

Oleh Abdulida Avant S S
Mahasiswa STIQSI Lamongan
Kabartabligh.com – Lafal qawwam dalamal-Qur’an Surah al-Nisa’: 34 memiliki peranan penting yang menunjukkan superioritas laki-laki daripada perempuan. Secara umum lafal qawwam dalam al-Qur’an terjemah bahasa Indonesia diartikan sebagai “pemimpin”. Tetapi dalam penafsirannya banyak terdapat perbedaan antara beberapa pihak. Sebagian pihak menggunakan lafal ini untuk menunjukkan kelebihan laki-laki, sedangkan sebagian lainnya menolak pemikiran tersebut.
Untuk menguraikan makna lafal qawwam, tulisan ini membedahnya dengan hermeneutika. Hermeneutika adalah ilmu tentang interpretasi makna. Telaahnya tidak hanya meneliti makna dalam teks tetapi juga makna konteks dan hal lain di luar teks. Sehingga hermeneutika relevan diterapkan dalam mengkaji makna qawwam. Penulis falam tulisan ini menerapkan salah satu teori hermeneutika yang dikembangkan oleh Scheielmacher.
Sekilas tentang Hermeneutika Scheielmacher
Hermeneutika Scheielmacher terdiri dari dua konsep metodologis, yaitu: interpretasi gramatis dan psikologis. Pertama, interpretasi gramatis adalah pendekatan linguistik, yakni proses pemahaman teks yang bertolak dari aspek bahasa, struktur kalimat, dan hubungannya dengan teks yang sezaman dengannya.
Perlu digarisbawahi makna teks yang dikaji dan diambil sebagai pemahaman nantinya haruslah makna teks yang sebenarnya ketika teks tersebut ditulis, bukan makna pada zaman pembaca membaca teks. Karena suatu kata dengan seiring berkembangnya zaman dapat mengalami pergeseran, perluasan, dan penyempitan makna karena banyak faktor.
Kedua, interpretasi psikologis atau pendekatan psikologis adalah analisis yang diarahkan pada psikologis-subyektif (biografi) dari penulis teks. Pendekatan ini memusatkan pada sisi subyektif, dunia mental penulis. Tujuannya adalah untuk mengetahui bagaimana pemikiran penulis ketika menuangkan tulisan guna mengetahui maksud bagaimana tulisan tersebut ingin dipahamkan oleh penulis. Sehingga targetnya bukan emosi atau perasaan penulis, melainkan bagaimana pemikiran penulis ketika menulis teks tersebut.
Tetapi pembaca tidak serta merta dapat langsung mengetahui pemikiran penulis, sehingga pembaca harus mengetahui hal-hal di luar teks dan penulis. Di antaranya, background pendidikan penulis, keadaan atau peristiwa yang terjadi waktu teks ditulis, madzhab penulis, dan semua informasi yang ada terkait relasi penulis dan yeks yang ditulis. Sehingga, pembaca dapat mengetahui jalan pikiran penulis dalam memilih dan menuliskan teks.
Prosedur yang harus digunakan pembaca dalam menerapkan hermeneutika Scheielmacher adalah meneliti interpretasi psikologis terlebih dahulu kemudian interpretasi gramatis. Jika diterapkan dalam penafsiran al-Qur’an, psikologis yang diteliti adalah psikologi mufassir dalam menafsirkan ayat, karena tidak mungkin penulis al-Qur’an, yakni Allah dapat diteliti.
Penanfsiran QS. al-Nisa’: 34 Perspektif Hermeneutika Scheielmacher
Al-Qur’an Surah al-Nisa’: 34 secara umum menjelaskan bahwa laki-laki merupakan pemimpin bagi perempuan. Ayat tersebut berbunyi
ٱلرِّجَالُ قَوَّٰمُونَ عَلَى ٱلنِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ ٱللَّهُ بَعۡضَهُمۡ عَلَىٰ بَعۡض وَبِمَآ أَنفَقُواْ مِنۡ أَمۡوَٰلِهِمۡۚ…(الى اخر الاية)
Artinya: Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka…(sampai akhir ayat).
Interpretasi psikologis. Penulis di sini menggunakan contoh penafsiran mufassir Wahbah al-Zuhaili penulis Tafsir al-Munir. Wahbah al-Zuhaili adalah ulama kontemporer yang terkenal moderat. Hal ini karena riwayat pendidikan beliau yang banyak berguru kepada ulama-ulama moderat dulunya, baik ketika berada di Damaskus atau Kairo. Hal tersebut yang menjadikan beliau menafsirkan sesuatu dengan adil dan menolak yang berlebihan.
Kemoderatan beliau bahkan ditunjukkan dengan menafsirkan ayat yang berhubungan dengan fiqih secara netral. Ia lebih memilih untuk adil, netral, moderat, menghargai perbedaan pendapat, dan menukil pendapat ulama dari berbagai golongan. Meskipun beliau sebenarnya menganut madzhab Hanafi dan tumbuh di lingkungan yang bermadzhab Hanafi.
Kemoderatan beliaulah yang membuat beliau menafsirkan kata qawwam dengan adil. Beliau mengakui kelebihan laki-laki dalam koridor tertentu, tetapi juga memberikan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan di tempat lain.
Interpretasi gramatis. Lafal yang menunjukkan laki-laki adalah pemimpin terdapat pada lafal qawwam (قَوَّٰم). Dalam Tafsir al-Munir dijelaskan bahwa laki-laki bertugas memimpin urusan-urusan perempuan, melindunginya, dan menguasainya dengan cara yang dibenarkan oleh agama. Sehingga Wahbah al-Zuhaili menafsirkan kata qawwam (قَوَّٰم) sebagai
أن القوامة تعني الرئاسة وتسيير شؤون الأسرة والمنزل، وليس من لوازمها التسلط بالباطل
Artinya: kepemimpinan dan pengaturan urusan keluarga dan rumah tangga, bukan dengan penguasaan dengan cara yang bathil.
Kemudian Tafsir al-Munir menyebutkan bahwa laki-laki mendapatkan dua faktor kelebihan dibanding perempuan. Pertama, yakni faktor penciptaan. Karena laki-laki mempunyai kelebihan indra dan akalnya lebih kuat. Pemikiran, komitmen, dan kekuatan laki-laki lebih baik daripada perempuan.
Kedua, kaum laki-laki memiliki kewajiban memberi infak kepada istri dan keluarganya. Mereka juga wajib membayar mahar kepada perempuan sebagai penghormatan. Selain dua hal sebelumnya, hak dan kewajiban laki-laki sama dengan perempuan.
Dengan ini dapat dipahami menggunakan hermeneutika Scheielmacher bahwa kata qawwam (قَوَّٰم), yang biasa diartikan sebagai pemimpin, dalam Tafsir al-Munir adalah pemimpin dalam lingkup rumah tangga. Laki-laki berwenang untuk mengurus urusan rumah tangga, dan juga bertanggung jawab terhadap keluarga tersebut, dalam hal pendidikan, nafkah, dan sebagainya. Sehingga dapat diketahui bahwa laki-laki memang memiliki superioritas daripada perempuan, tetapi hanya dalam lingkup rumah tangga. Di luar hal tersebut, menurut al-Zuhaili, laki-laki dan perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama.