Memahami Hadis dalam Bingkai Tajdid Muhammadiyah

Kabartabligh.com – Dalam upaya membumikan Islam berkemajuan di tengah perubahan zaman, Muhammadiyah sebagai gerakan Islam modernis menegaskan pentingnya metodologi ilmiah dalam memahami hadis . Hal ini tercermin dalam pemaparan Abbas Baco Miro pada Pelatihan Kader Tarjih Nasional Batch 1 wilayah Indonesia Timur yang diselenggarakan pada Jumat, 30 Mei 2025 di Universitas Muhammadiyah Makassar.
Dengan tajuk “Metodologi dalam Memahami Hadis Menurut Muhammadiyah”, Abbas mengupas secara mendalam prinsip, pendekatan, hingga implikasi metodologis dalam pembacaan hadis oleh Muhammadiyah, yang sekaligus menandai pijakan gerakan tajdid (pembaruan) organisasi ini sejak lebih dari satu abad lalu.
Hadis sebagai Pilar Utama
Hadis, yang merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah Al-Qur’an, tidak sekadar dilihat sebagai kumpulan teks normatif, melainkan menjadi acuan praksis keagamaan. Oleh karena itu, penafsiran terhadap hadis tidak bisa dilepaskan dari validitas sumbernya maupun relevansi maknanya terhadap realitas kehidupan umat.
“Pemahaman terhadap hadis sangat menentukan praktik keagamaan umat Islam. Maka penting untuk memahami metodologi Muhammadiyah dalam memahami dan mengamalkan hadis sebagai bagian dari ijtihad keagamaan yang progresif,” ujar Abbas.
Prinsip dan Pendekatan Muhammadiyah
Dalam Himpunan Putusan Tarjih (HPT), ditegaskan bahwa sumber hukum Islam adalah Al-Qur’an dan hadis yang sahih. Muhammadiyah memegang lima prinsip utama dalam memahami hadis:
-
Berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah
Muhammadiyah mengutamakan dua sumber utama Islam, dengan tafsir berbasis ilmu dan akal sehat, serta mempertimbangkan perkembangan ilmu pengetahuan. -
Penolakan Hadis Dhaif dan Palsu
Melalui Majelis Tarjih, Muhammadiyah menolak hadis lemah sebagai dasar hukum, kecuali memenuhi kriteria penguat sanad yang kuat serta tidak bertentangan dengan Al-Qur’an. -
Rasionalitas dan Kontekstualisasi
Hadis ditafsirkan dengan mempertimbangkan konteks sosial-budaya serta semangat zaman modern. Contohnya adalah pemahaman kontekstual terhadap hadis larangan perempuan bepergian tanpa mahram. -
Ijtihad dan Pembaruan
Muhammadiyah membuka ruang bagi ijtihad, dengan syarat mujtahid harus menguasai ilmu hadis, bahasa Arab, dan usul fiqh. Tujuannya untuk menafsirkan hadis sesuai kebutuhan umat masa kini. -
Penguatan Prinsip Washathiyah (Moderasi)
Islam dimaknai sebagai agama tengah-tengah. Dalam memahami hadis, Muhammadiyah menghindari sikap ekstrem dan memegang prinsip keseimbangan, baik dalam ibadah maupun sosial.
Kritik Sanad dan Matan: Metode Kritis
Muhammadiyah menerapkan dua aspek penting dalam kritik hadis:
-
Kritik Sanad, yaitu analisis terhadap rantai periwayatan hadis (perawi), memastikan tidak ada perawi yang cacat atau rangkaian sanad yang terputus.
-
Kritik Matan, menilai isi hadis agar tidak bertentangan dengan Al-Qur’an, akal sehat, dan prinsip-prinsip keadilan Islam.
Pendekatan ini digunakan untuk menyaring hadis yang maqbul (diterima) serta menghindari penyebaran hadis yang tidak valid dalam ceramah dan dakwah.
Pemahaman Tematik dan Maqashid Syariah
Muhammadiyah mengembangkan pemahaman tematik (mawdu’i) terhadap hadis. Misalnya, dalam isu toleransi antarumat beragama atau peran perempuan, organisasi ini menghimpun berbagai hadis dalam satu tema untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif dan tidak parsial.
Selain itu, pendekatan maqashid syariah (tujuan-tujuan syariat) juga digunakan. Ini memungkinkan Muhammadiyah menafsirkan hadis dengan menekankan aspek kemaslahatan, keadilan, dan martabat manusia. Dalam isu seperti poligami, hukuman fisik dalam keluarga, dan kepemimpinan perempuan, pendekatan ini menghadirkan solusi yang kontekstual tanpa mengingkari prinsip dasar Islam.
Peran Strategis Majelis Tarjih dan Tajdid
Majelis Tarjih dan Tajdid menjadi garda terdepan dalam mengawal metodologi ini. Lembaga ini tidak hanya menyeleksi hadis shahih, tetapi juga menerbitkan panduan ibadah dan sosial, serta meluruskan pemahaman keagamaan yang menyimpang.
Majelis Tarjih dan Tajdid memainkan peran penting dalam ijtihad kolektif. Panduan seperti Himpunan Putusan Tarjih menjadi acuan resmi warga Muhammadiyah dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari tata cara ibadah hingga masalah sosial kontemporer.
Implikasi pada Kehidupan Keagamaan
Metodologi pemahaman hadis Muhammadiyah telah melahirkan sejumlah implikasi nyata, di antaranya:
-
Pemurnian Akidah dan Ibadah, dengan membersihkan ajaran dari unsur tahayul, bid’ah, dan khurafat.
-
Pembaruan Sosial-Keagamaan, dengan mendukung peran perempuan, pendidikan, dan kesehatan sebagai bagian dari amal sosial.
-
Kritis terhadap Tradisi Tak Berdalil, seperti praktik tahlilan atau qunut subuh, yang tidak ditemukan dalam hadis sahih.
Tantangan dan Harapan
Abbas Baco menekankan bahwa tantangan terbesar dalam menerapkan metodologi ini adalah minimnya pemahaman masyarakat terhadap ilmu hadis. Oleh karena itu, edukasi dan sosialisasi metodologi ilmiah dalam memahami hadis menjadi keniscayaan.
“Tanpa pendekatan ilmiah, umat berpotensi terjebak pada ekstremisme maupun praktik keagamaan yang justru bertentangan dengan semangat Islam itu sendiri,” tuturnya.
Muhammadiyah dengan metodologi hadisnya ingin membangun wajah Islam yang berilmu, toleran, dan kontekstual, namun tetap setia pada sumber ajaran yang otentik. Inilah wujud nyata Islam berkemajuan di tengah tantangan zaman.
Penulis Syahroni Nur Wachid