Menjawab Tantangan Zaman: Urgensi Rekonstruksi Metodologi Tafsir al-Qur’an

Kabartabligh.com –  Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menggelar Pelatihan Kader Tarjih Nasional (PKTN) di Hotel Aryaduta, Makassar, Rabu (28/5/2025). Kegiatan ini akan berlangsung hingga Ahad (1/6/2025) dan diikuti oleh para kader pilihan dari berbagai wilayah di Indonesia.

Dalam sesi materi utama, Ketua MTT PP Muhammadiyah, Dr. Hamim Ilyas, M.Ag., memaparkan urgensi rekonstruksi metodologi tafsir al-Qur’an sebagai jawaban atas kompleksitas tantangan zaman modern.

“Metodologi tafsir perlu direkonstruksi secara mendasar agar al-Qur’an tetap menjadi petunjuk yang hidup dan relevan bagi umat Islam masa kini,” tegas Dr. Hamim.

Menurutnya, selama ini metode tafsir al-Qur’an cenderung terbatas dalam pendekatan tradisional seperti bil ma’tsur dan bir ra’y, serta metode seperti tahlili, ijmali, dan maudhu’i. Padahal, al-Qur’an hadir sebagai kitab petunjuk yang sarat makna kontekstual dan multidimensi.

Dalam pemaparannya, Dr. Hamim menyebutkan perlunya mengembangkan paradigma tafsir yang memandang al-Qur’an sebagai kitab petunjuk hidup, bukan sekadar kitab hukum atau doktrin. Ia menekankan pentingnya pendekatan kontekstual, sufistik, ilmiah, hingga hermeneutik sebagai bagian dari epistemologi tafsir baru.

“Tujuan utama tafsir adalah mewujudkan hayah thayyibah—kehidupan yang sejahtera, damai, dan bahagia, baik di dunia maupun di akhirat,” ujar akademisi UIN Sunan Kalijaga ini.

Salah satu metode yang diperkenalkan dalam rekonstruksi ini adalah ta’wil al-ashali, yakni seperangkat kaedah penafsiran untuk menemukan makna otentik al-Qur’an. Metode ini menggabungkan tiga kaedah penting: tasyri’iyah (doktrinal), lughawiyah (kebahasaan), dan taqalidiyah (riwayat/tradisi).

Dalam konteks Muhammadiyah, tafsir At-Tanwir menjadi contoh konkret dari pendekatan tafsir modern yang dirancang MTT PP. Tafsir ini menggabungkan metode tahlili dan maudhu’i, dengan corak adabi-ijtima’i yang menekankan etos ilmu, agama, sosial, dan ekonomi.

Kegiatan PKTN ini tidak hanya menjadi ajang penguatan kapasitas kader tarjih, tetapi juga forum strategis untuk meneguhkan peran Muhammadiyah sebagai gerakan Islam berkemajuan yang responsif terhadap persoalan umat dan bangsa.

Penulis Syahroni Nur Wachid

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *