Peran Wanita dalam Kehidupan Kontemporer

peran wanita

Kabartabligh.com – Kehidupan modern telah membawa perubahan besar terhadap posisi dan peran wanita dalam masyarakat. Dunia global hari ini tidak lagi memberi ruang bagi pembakuan peran gender yang kaku, apalagi yang hanya meletakkan perempuan di sektor domestik semata. Namun, bagaimana Islam memandang hal ini? Bagaimana pula kaum Muslimah seharusnya mengambil peran aktif di masyarakat kontemporer?

Tulisan ini berangkat dari pemikiran progresif Prof. Dr. Siti Chamamah Soeratno yang disampaikan dalam Majalah Tarjih Muhammadiyah edisi Desember 1996. Beliau menyoroti pentingnya pendekatan baru dalam melihat peran wanita, bukan hanya dari sudut pandang tekstual, tetapi juga kontekstual, agar tidak terperangkap dalam penafsiran lama yang mungkin tak lagi relevan.

Peran Wanita Islam dan Visi Kesetaraan Gender

Dalam Al-Qur’an, wanita tidak pernah diposisikan sebagai “warga kelas dua.” Sebaliknya, mereka dipandang sebagai mitra sejajar pria dalam misi kehidupan dan ibadah kepada Allah. Firman-Nya dalam QS. At-Taubah:71 menyebutkan:

“وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ…”
“Dan orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain…”

Begitu pula janji surga yang disebut dalam QS. An-Nisa:124 dan QS. Al-Ahzab:35 tidak dibedakan berdasarkan jenis kelamin, melainkan ketakwaan dan amal shalih.

Namun, realitas sosial menunjukkan bahwa banyak perempuan masih terkungkung oleh stereotip peran tradisional. Hal ini terjadi bukan karena ajaran Islam yang membatasi, tetapi akibat tafsir sempit yang diwariskan dari masa lalu dan kurang diperbarui.

Tantangan Modern dan Kiprah Perempuan

Perempuan hari ini bukan hanya ibu rumah tangga, tetapi juga ilmuwan, pemimpin, pendidik, dan pelaku ekonomi. Data dari UGM bahkan menunjukkan bahwa jumlah perempuan yang meraih gelar pendidikan tinggi semakin meningkat. Ini menandakan bahwa kiprah mereka di sektor publik sudah tak bisa diabaikan.

Namun, peningkatan partisipasi publik ini membawa tantangan baru. Modernisasi kadang menjebak perempuan dalam arus individualisme dan materialisme. Akibatnya, hubungan keluarga melemah, silaturahmi renggang, bahkan makna kebahagiaan pun tereduksi menjadi kenikmatan sesaat.

Di sinilah Islam perlu hadir dengan pendekatan baru yakni ijtihad sosial untuk menjawab isu-isu kontemporer seputar gender, relasi keluarga, dan pembangunan peradaban.

Urgensi Ijtihad dalam Isu Perempuan

Prof. Siti Chamamah menegaskan pentingnya ijtihad dalam memahami peran wanita hari ini. Mengutip Muhammad Abduh, kita diingatkan untuk tidak terpasung oleh tafsir lama. Sebab, masyarakat terus berubah, dan kebutuhan umat pun berkembang.

Ijtihad baru diperlukan agar Islam tetap kontekstual tanpa kehilangan substansinya. Artinya, wanita dapat berkiprah secara optimal di masyarakat, tanpa merasa bersalah atas peran domestik yang selama ini dilekatkan secara sempit.

Muhammadiyah, sebagai gerakan tajdid (pembaharuan), dinilai punya potensi besar dalam pengembangan pemikiran keislaman yang menjawab zaman. Isu kewanitaan harus menjadi perhatian utama, tidak hanya oleh kaum perempuan, tetapi juga laki-laki yang menjadi partner sejajar dalam membangun masyarakat utama (ummatan wasatha).

Perempuan bukan pelengkap. Mereka adalah subjek yang berdaya, yang bersama kaum pria membentuk masyarakat sakinah dan adil. Untuk itu, diperlukan pemahaman agama yang jernih, tidak bias, serta terbuka pada dinamika zaman.

Islam tidak mengekang peran wanita, tapi justru memberi ruang besar bagi mereka untuk berkontribusi. Kini, saatnya kita meninjau ulang paradigma lama dan membangun tafsir baru yang lebih adil, berakar pada wahyu, namun tumbuh dalam realitas sosial.

Oleh: Prof. Dr. Siti Chamamah Soeratno

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *