Perempuan dalam Perspektif al-Qur’an: Hak, Martabat, dan Peran Seimbang

Kabartabligh.com – Isu tentang peran perempuan dalam Islam selalu menjadi sorotan, terutama saat berbicara tentang kesetaraan, kepemimpinan, hingga hak dan kewajiban. Al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam ternyata telah memberikan rambu-rambu yang jelas dan bijaksana dalam membimbing umat, termasuk dalam memosisikan perempuan secara adil dan proporsional.

Asal Penciptaan: Satu Jenis, Satu Martabat

Al-Qur’an menegaskan bahwa laki-laki dan perempuan berasal dari satu jiwa (nafs wāḥidah), bukan dari jenis yang berbeda. Hal ini memberikan fondasi bahwa keduanya memiliki kesetaraan dalam kemanusiaan.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ
“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu.”
(QS. An-Nisā’: 1)

Tafsir modern seperti Muhammad Abduh menolak narasi bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam, sebagaimana diserap dari tradisi Israiliyat. Sebaliknya, beliau menegaskan bahwa perempuan dan laki-laki diciptakan dari jenis yang sama, menandakan persamaan derajat.

Penghapusan Tradisi Jahiliyah

Sebelum Islam datang, perempuan dianggap sebagai beban, bahkan diperlakukan seperti barang warisan. Al-Qur’an mengecam keras praktik ini dan memberi perlindungan serta hak atas perempuan untuk menentukan pilihan hidupnya.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَحِلُّ لَكُمْ أَنْ تَرِثُوا النِّسَاءَ كَرْهًا
“Wahai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kalian memaksa perempuan mewarisi secara paksa.”
(QS. An-Nisā’: 19)

وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ ﴿٨﴾ بِأَيِّ ذَنبٍ قُتِلَتْ ﴿٩﴾
“Dan apabila bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apa ia dibunuh.”
(QS. At-Takwīr: 8–9)

Ayat ini menjadi bukti bahwa Islam memutus rantai ketidakadilan terhadap perempuan.

Kesetaraan dalam Amal dan Pahala

Kekhawatiran sebagian perempuan sahabat yang merasa kurang diperhitungkan dalam ayat-ayat Al-Qur’an, dijawab langsung oleh wahyu.

إِنِّي لَا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَىٰ
“Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal siapa pun di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan.”
(QS. Āli ‘Imrān: 195)

Artinya, amal perempuan tidak dinilai dari jenis kelamin, tapi dari keikhlasan dan ketakwaannya.

Tanggung Jawab Keluarga dan Kepemimpinan

Dalam rumah tangga, Islam memberi tanggung jawab kepemimpinan kepada laki-laki, bukan karena superioritas mutlak, tetapi karena tanggung jawab nafkah dan perlindungan.

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ
“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan…”
(QS. An-Nisā’: 34)

Namun, dalam sisi hak dan kewajiban, Islam menekankan keseimbangan.

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang makruf.”
(QS. Al-Baqarah: 228)

Islam tidak membuka ruang bagi rasa iri atau persaingan tidak sehat antara laki-laki dan perempuan.

وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih dari sebagian yang lain.”
(QS. An-Nisā’: 32)

Kontribusi Perempuan di Ranah Sosial

Peran perempuan di ruang publik, termasuk dalam dakwah, pendidikan, dan sosial kemasyarakatan, tidak dilarang selama tidak melanggar prinsip-prinsip syariat dan menjaga adab. Bahkan sejarah mencatat peran aktif Aisyah ra. dalam menyampaikan ilmu, hingga menjadi rujukan para sahabat.

Namun, tentang posisi imam shalat bagi laki-laki, mayoritas ulama berpendapat perempuan tidak dapat menjadi imam bagi laki-laki karena alasan dalil dan mashlahat.

Islam telah menempatkan perempuan pada posisi yang mulia dan adil. Mereka diberi hak atas martabat, pendidikan, pilihan hidup, serta kesempatan untuk beramal dan mendapatkan balasan setimpal. Al-Qur’an tidak membedakan laki-laki dan perempuan dalam nilai kemanusiaan, yang membedakan hanyalah takwa.

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.”
(QS. Al-Ḥujurāt: 13)

Oleh : Dr. H. Abdur Rachim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *