Rekayasa Genetika dalam Pandangan Islam: Antara Kemajuan dan Kehati-hatian

Kabartabligh.com – Perkembangan teknologi rekayasa genetika merupakan tonggak penting dalam dunia sains modern. Temuan-temuan seperti teknologi DNA rekombinan dan Polymerase Chain Reaction (PCR) telah memungkinkan manusia mengkloning gen, menciptakan organisme baru, bahkan membuka pintu menuju penyembuhan berbagai penyakit genetik. Namun, bagaimana Islam memandang semua ini?
Teknologi yang Memberi Harapan
Rekayasa genetika menawarkan manfaat besar, terutama dalam dunia medis dan pertanian. Melalui teknologi ini, kini bisa diproduksi insulin manusia secara massal tanpa bergantung pada sumber hewani seperti sapi dan babi. Di bidang pertanian, tanaman hibrida dengan produktivitas tinggi telah dihasilkan untuk meningkatkan ketahanan pangan.
Begitu pula dengan proyek ambisius seperti Human Genome Project (HGP), yang bertujuan menguraikan seluruh peta genetik manusia. Dengan mengetahui fungsi 100.000 lebih gen, para ilmuwan dapat membuka jalan baru untuk penyembuhan penyakit jantung, kanker, dan kelainan genetik lainnya.
Ancaman di Balik Harapan
Namun, tidak semua eksperimen rekayasa genetika dapat dibenarkan. Beberapa upaya, seperti pemindahan gen kunang-kunang ke ganggang agar bisa bersinar, atau potensi transfer gen manusia ke hewan dan sebaliknya, dapat berujung pada kerusakan kodrat dan tatanan makhluk hidup.
Risiko lain yang perlu diwaspadai adalah munculnya organisme hasil rekayasa genetika yang tidak diinginkan (GEO/GMO) yang lolos ke alam bebas. Jika tidak dikontrol, mereka dapat merusak ekosistem dan menimbulkan bencana ekobiologi.
Islam Memandang Ilmu sebagai Amanah
Islam mengajarkan bahwa manusia diciptakan sebagai khalifah di muka bumi, yang berarti pemelihara, bukan perusak ciptaan Allah. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah:
﴿وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ الْأَرْضِ﴾
“Dan Dialah yang menjadikan kamu khalifah-khalifah di bumi.”
(QS. Fathir: 39)
Selain itu, Allah menegaskan bahwa ciptaan-Nya adalah sempurna dan seimbang. Maka, mengubah ciptaan hanya demi kepentingan ekonomi semata adalah sikap yang keliru:
﴿الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ طِبَاقًا ۖ مَا تَرَىٰ فِي خَلْقِ الرَّحْمَـٰنِ مِن تَفَاوُتٍ﴾
“Yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang.”
(QS. Al-Mulk: 3)
Perlunya Bioetik dan Biosafety Islami
Umat Islam dituntut untuk merumuskan bioetika dan biosafety act yang berakar pada nilai-nilai Quraniyah. Teknologi, betapapun canggihnya, haruslah tetap dikendalikan agar tidak menyalahi prinsip kehambaan dan kekhalifahan. Tanpa rambu-rambu moral dan syariat, teknologi justru bisa menjadi alat penghancur tatanan manusia dan alam.
Teknologi rekayasa genetika adalah anugerah sekaligus ujian bagi umat manusia. Umat Islam hendaknya tidak alergi terhadap kemajuan ini, tetapi juga tidak menelannya mentah-mentah. Keseimbangan antara ijtihad ilmiah dan nilai-nilai Ilahiyah perlu terus dijaga agar ilmu menjadi rahmat, bukan laknat.
﴿وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا﴾
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya.”
(QS. Al-A’raf: 56)
Oleh : H. Umar A. Jenie, Msc, PhD