Ustadz Imsap: Muballigh Harus Menguasai Retorika agar Dakwah Mencerahkan

Ketua Majelis Tabligh PDM Surabaya, Imam Sapari SHI MPdI ketika menyampaikan materinya

KABARTABLIGH.COM – Seorang muballigh harus memiliki kerapian dalam penyampaiannya. Hal ini disampaikan oleh Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Surabaya, Imam Sapari SHI, M.Pd.I, dalam materi “Retorika Dakwah” pada acara Da’i Camp Angkatan I hari kedua yang digelar di Villa Narwastu, Pacet, Mojokerto, Sabtu (22/2/2025).

“Seorang muballigh harus menguasai retorika atau seni berbicara saat berdakwah. Jangan sampai materi yang kalian sampaikan dalam pengajian ibu-ibu justru ditujukan untuk anak-anak SD,” ujar Ustadz Imsap, sapaan akrabnya.

Ia menekankan bahwa dalam berceramah, selain penyampaian yang baik, struktur penyampaian juga harus runtut. Ceramah sebaiknya diawali dengan salam, shalawat, muqaddimah, penyampaian materi, kesimpulan, dan diakhiri dengan salam kembali. “Jangan sampai ketika mengisi pengajian Isra Mikraj, kalian malah bercerita tentang masa kecil, misalnya dipukul karena tidak mengaji, sehingga waktu yang seharusnya satu jam justru molor hingga dua jam. Berdakwah harus fokus,” tegasnya.

Selain itu, dalam berdakwah seorang muballigh tidak boleh monoton. “Tangan harus bergerak, mimik wajah harus ekspresif, mulut aktif berbicara, dan seluruh tubuh harus menggambarkan materi yang disampaikan,” tambahnya.

Menurut Ustadz Imsap, seorang muballigh harus mampu mencerahkan masyarakat. “Jika setelah ceramah jamaah justru semakin bingung, berarti dakwah kalian belum mencerahkan,” ujarnya.

Ia juga menjelaskan bahwa materi dakwah bisa diperoleh dari berbagai sumber, termasuk fenomena terbaru seperti kenakalan remaja, seks bebas, hingga tawuran. Oleh karena itu, seorang muballigh harus memaksimalkan kemampuannya dalam berdakwah.

Dalam penyampaian dakwah, semangat sangat penting. “Jangan sampai kalian berceramah dengan lemas, lesu, dan malas. Kalau begitu, jamaah malah akan mengantuk,” imbuhnya.

Di akhir materinya, Ustadz Imsap menjelaskan bahwa metode dakwah sangat beragam, namun yang utama adalah dengan hikmah, diikuti dengan mauidhatul hasanah, dan bil jidal.

“Dakwah yang utama adalah dengan hikmah. Jangan sampai dakwah justru menyebabkan perpecahan di antara umat Islam, menimbulkan permusuhan, dan membuat jamaah tidak nyaman. Ingat, dakwah hukumnya fardhu kifayah. Namun, setiap orang adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *