Menantang Hegemoni Romawi dan Persia di Zaman Rasulullah

Oleh Syahroni Nur Wachid
Kabartabligh.com – Pada abad ke-7 M, dunia dikuasai oleh dua kekuatan besar: Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium) dan Kekaisaran Persia (Sasaniyah).
Kedua imperium ini telah lama bersaing untuk mendominasi dunia, terlibat dalam peperangan berkepanjangan yang melemahkan keduanya.
Di tengah situasi ini, muncul sebuah kekuatan baru dari jazirah Arab yang dipimpin oleh Nabi Muhammad ﷺ, yang menantang hegemoni mereka dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Konteks Dunia Saat Itu
Romawi Timur, yang berpusat di Konstantinopel, menguasai wilayah yang luas termasuk sebagian besar Timur Tengah, Afrika Utara, dan Eropa Selatan. Mereka menganut agama Kristen dan dipimpin oleh Kaisar Heraklius.
Sementara itu, Persia Sasaniyah berpusat di Ctesiphon (sekarang Irak) dan mengikuti agama Zoroastrianisme di bawah pemerintahan Kaisar Khosrau II.
Kedua kekaisaran ini memiliki militer yang kuat dan sistem administrasi yang kompleks.
Jazirah Arab, yang dihuni oleh berbagai suku yang sering berselisih, tidak dianggap sebagai ancaman serius oleh Romawi maupun Persia.
Namun, Islam membawa perubahan besar, menyatukan suku-suku Arab di bawah panji tauhid, dan membentuk sebuah kekuatan politik serta militer yang solid.
Misi Dakwah ke Romawi dan Persia
Setelah Perjanjian Hudaibiyah pada tahun 628 M, Nabi Muhammad ﷺ mulai mengirim surat kepada berbagai pemimpin dunia, termasuk Kaisar Heraklius dari Romawi dan Kaisar Khosrau II dari Persia, mengajak mereka untuk masuk Islam.
- Heraklius dan Dakwah Islam
Kaisar Heraklius menerima surat Nabi dengan cukup terbuka. Ia bahkan mengadakan pertemuan dengan Abu Sufyan (yang saat itu masih kafir) di Syam untuk menanyakan lebih lanjut tentang Muhammad ﷺ. Meski Heraklius menunjukkan ketertarikan terhadap Islam, ia tidak mau kehilangan tahtanya dan memilih untuk tetap mempertahankan kekuasaan serta agama yang dianut rakyatnya. - Reaksi Khosrau II
Berbeda dengan Heraklius, Kaisar Persia Khosrau II merespons dengan arogan. Ia merobek surat Nabi dan menganggapnya sebagai penghinaan. Tindakan ini mendorong Nabi untuk berdoa agar kerajaannya segera runtuh. Tak lama setelah itu, Persia mengalami pergolakan internal yang menyebabkan kehancuran dinasti Sasaniyah beberapa dekade kemudian.
Ekspansi Islam dan Konfrontasi dengan Romawi
Pada tahun 629 M, kaum Muslimin mulai berhadapan langsung dengan kekuatan Romawi dalam Perang Mu’tah. Perang ini terjadi setelah seorang utusan Nabi dibunuh oleh penguasa lokal di wilayah yang berada di bawah kekuasaan Romawi. Nabi ﷺ mengirim 3.000 pasukan di bawah pimpinan Zaid bin Haritsah untuk menghadapi pasukan Romawi yang jauh lebih besar.
Meskipun kaum Muslim tidak memperoleh kemenangan mutlak dalam pertempuran ini, mereka menunjukkan bahwa mereka adalah kekuatan yang tidak bisa diremehkan.
Perang ini menjadi titik awal dari serangkaian konflik antara Islam dan Romawi di masa berikutnya.
Ekspedisi Tabuk: Menantang Romawi di Medan Perang
Pada tahun 630 M, Nabi Muhammad ﷺ mengumpulkan pasukan besar untuk menghadapi Romawi dalam ekspedisi ke Tabuk. Informasi intelijen menyebutkan bahwa Romawi tengah bersiap untuk menyerang wilayah Islam.
Dengan kekuatan sekitar 30.000 pasukan, Nabi memimpin langsung ekspedisi ini ke perbatasan Syam.
Namun, pasukan Romawi yang diperkirakan akan menghadapi Muslim justru menghindari konfrontasi.
Mereka mungkin terkejut dengan kesiapan Muslim atau sedang mengalami masalah internal yang membuat mereka tidak ingin mengambil risiko.
Ekspedisi Tabuk menjadi bukti bahwa kaum Muslim telah menjadi kekuatan yang diperhitungkan, bahkan oleh imperium sebesar Romawi.
Runtuhnya Persia dan Awal Kemunduran Romawi
Setelah wafatnya Nabi Muhammad ﷺ pada tahun 632 M, ekspansi Islam berlanjut di bawah kepemimpinan Khulafaur Rasyidin.
Pada tahun 636 M, pasukan Muslim yang dipimpin oleh Sa’ad bin Abi Waqqash menghadapi Persia dalam Perang Qadisiyah. Dengan strategi yang cermat dan semangat jihad yang tinggi, kaum Muslim berhasil mengalahkan pasukan Persia, membuka jalan bagi penaklukan Ctesiphon dan kejatuhan Kekaisaran Sasaniyah beberapa tahun kemudian.
Sementara itu, Romawi juga mengalami kekalahan besar dalam Perang Yarmuk (636 M) di bawah komando Khalid bin Walid. Kekalahan ini menandai hilangnya sebagian besar wilayah Romawi di Syam dan awal dari kemunduran imperium tersebut di Timur Tengah.
Kemunculan Islam di bawah kepemimpinan Nabi Muhammad ﷺ bukan hanya mengubah tatanan sosial dan spiritual di jazirah Arab, tetapi juga mengguncang hegemoni dua imperium besar dunia.
Melalui strategi dakwah, diplomasi, dan peperangan, kaum Muslim berhasil menunjukkan bahwa mereka bukan sekadar bangsa gurun yang terpecah belah, tetapi sebuah kekuatan baru yang mampu mengalahkan kekaisaran yang telah berkuasa selama berabad-abad.
Keberhasilan umat Islam dalam menantang dan mengalahkan Romawi serta Persia bukan hanya hasil dari kekuatan militer semata, tetapi juga karena keyakinan yang teguh, persatuan, dan strategi cerdas dalam menghadapi musuh yang lebih besar.
Hal ini menjadi bukti bahwa Islam membawa perubahan besar dalam sejarah dunia, membuka jalan bagi peradaban baru yang akan berkembang selama berabad-abad.