Tadarus Ramadhan: Perisai diri yang kuat

Kabartabligh.com

Oleh: Dr. Aji Damanuri, M.E.I. Wakil dekan 1 FEBI IAIN Ponorogo. Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid PDM Tulungagung.

Puasa adalah junnah atau perisai. Fungsi perisai adalah untuk membentegi diri dari serangan dari luar yang dapat melukai diri. Lalu bagaimana cara kerja puasa sebagai perisai ini? Berikut hadis dan penjelasannya.

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw. bersabda:

الصِّيَامُ جُنَّةٌ، فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَجْهَلْ، وَإِنِ امْرُؤٌ قَاتَلَهُ أَوْ شَاتَمَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي صَائِمٌ‏.‏ مَرَّتَيْنِ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ تَعَالَى مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ، يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ وَشَهْوَتَهُ مِنْ أَجْلِي، الصِّيَامُ لِي، وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا

Puasa itu adalah tameng, maka jika salah seorang di antara kalian berpuasa, hendaknya ia tidak mengucapkan kata-kata kotor dan tidak boleh meninggikan suaranya saat marah. Jika ada yang menyerangnya atau menghinanya, hendaklah dia berkata: Saya sedang berpuasa. (HR. Bukhari, 1894)

Kata ”junnah” berarti perisai atau pelindung. Puasa diibaratkan sebagai tameng yang melindungi seorang Muslim dari dosa dan godaan syahwat. Ulama tafsir klasik seperti Imam Nawawi menjelaskan bahwa puasa melindungi seseorang dari api neraka dan membantu menghindari perbuatan maksiat.

Puasa sebagai perisai diri (junnatun) merupakan konsep yang sangat mendalam dalam Islam. Puasa tidak hanya sekadar menahan diri dari makan, minum, dan hal-hal yang membatalkan puasa secara fisik, tetapi juga memiliki dimensi spiritual, psikologis, dan moral yang kuat.

Dengan puasa, seseorang berlatih untuk mengendalikan hawa nafsu, termasuk nafsu makan, minum, dan syahwat. Dengan menahan diri dari hal-hal yang halal di waktu biasa, seseorang menjadi lebih mampu menahan diri dari hal-hal yang haram. Ini menjadikan puasa sebagai perisai yang melindungi dari perbuatan dosa dan maksiat. Lalu apa saja yang dibentengi dengan puasa ini?

Pertama, puasa sebagai perisai dari godaan setan. Setan seringkali menggunakan hawa nafsu sebagai alat untuk menggoda manusia. Dengan berpuasa, seseorang mengurangi kekuatan hawa nafsunya, sehingga godaan syaitan menjadi lebih lemah.

Rasulullah pernah menerangkan, ”Sesungguhnya syaitan mengalir dalam tubuh manusia seperti aliran darah. Maka persempitlah jalannya dengan lapar.” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menunjukkan bahwa puasa (dengan menahan lapar) dapat melemahkan pengaruh syaitan.

Kedua, puasa menjadi perisai dari amarah dan emosi negatif. Puasa mengajarkan kesabaran dan pengendalian diri. Ketika seseorang berpuasa, ia dilatih untuk tidak mudah marah, tidak berkata kotor, dan tidak bertengkar. Ini membuat puasa menjadi perisai yang melindungi dari emosi negatif dan konflik sosial.

Rasulullah mengajari kita untuk menghindar dari percekcokan dan pertengkaran. ”Jika seseorang mencacimu atau mengajakmu bertengkar, katakanlah, Aku sedang berpuasa.” (HR. Bukhari). Hadis ini menunjukkan bahwa puasa melatih seseorang untuk menahan diri dari emosi negatif. Hal-hal negatif yang merugikan dan tidak ada gunanya harus dihindari, dan semua itu karena kita sadar bahwa kira sedang berpuasa.

Ketiga, perisai dari kecenderungan materialistik. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia seringkali terjebak dalam kecenderungan materialistik, seperti mengutamakan makanan, minuman, dan kesenangan duniawi. Puasa mengingatkan kita bahwa ada hal-hal yang lebih penting daripada kepuasan fisik, yaitu hubungan dengan Allah dan kehidupan akhirat. Puasa membantu seseorang untuk melepaskan diri dari keterikatan pada dunia dan fokus pada tujuan spiritual.

Keempat, puasa menjadi perisai dari penyakit hati. Puasa membantu membersihkan hati dari penyakit-penyakit seperti sombong, iri, dengki, dan riya’. Dengan berpuasa, seseorang menjadi lebih rendah hati, bersyukur, dan ikhlas.

Secara tegas Rasulullah menyatakan bahwa puasa kita akan sia-sia jika kita masih suka berdusta, meskipun secara teknis kita tidak makan dan minum dari terbit fajar sampai terbenam matahari. ”Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatan buruk, maka Allah tidak butuh ia meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Bukhari).

Kelima, yang paling penting bahwa puasa menjadi perisai kita dari api neraka. Puasa adalah ibadah yang dapat melindungi seseorang dari api neraka. Ini karena puasa membantu seseorang untuk meningkatkan ketakwaan dan menjauhi dosa. Secara lugas Rasulullah juga menyatakan ini dalam sebuah hadisnya. ”Puasa adalah perisai, ia melindungi seorang hamba dari api neraka.” (HR. Ahmad).

Secara spiritual, puasa memang meningkatkan kedekatan seseorang dengan Allah. Dengan menahan diri dari hal-hal yang halal di siang hari, seseorang menjadi lebih sadar akan keberadaan Allah dan lebih khusyuk dalam beribadah. Dengan demikian puasa adalah ibadah yang melibatkan seluruh aspek kehidupan, yakni, fisik, mental, dan spiritual.

Puasa sebagai latihan pengendalian diri melatih seseorang untuk mengendalikan hawa nafsu, termasuk nafsu makan, minum, dan emosi. Ini sejalan dengan konsep psikologi tentang self-regulation, yaitu kemampuan untuk mengatur perilaku dan emosi. Ini membantu mengurangi konflik interpersonal dan meningkatkan kualitas hubungan sosial.

Ketika seseorang mengingatkan dirinya bahwa ia sedang berpuasa, ia sedang melatih kesadaran diri (self-awareness). Ini membantu seseorang untuk tetap fokus pada tujuan spiritual puasa. Menanggapi provokasi dengan sabar dapat mengurangi stres dan meningkatkan ketenangan batin. Ini sejalan dengan penelitian psikologi yang menunjukkan bahwa kesabaran dan pengampunan berkaitan dengan kesehatan mental yang lebih baik.

Larangan berkata kotor dan bertengkar selama puasa membantu menciptakan lingkungan sosial yang damai dan harmonis. Puasa mengajarkan umat Islam untuk lebih peduli terhadap perasaan orang lain. Anjuran untuk menanggapi provokasi dengan sabar dan mengingatkan bahwa kita sedang berpuasa membantu mencegah eskalasi konflik. Ini sejalan dengan nilai-nilai perdamaian yang diajarkan oleh Islam.

Puasa sebagai perisai diri (junnatun) berfungsi melalui berbagai dimensi: spiritual, psikologis, moral, dan sosial. Puasa melindungi seseorang dari dosa, godaan syaitan, emosi negatif, kecenderungan materialistik, penyakit hati, dan api neraka. Puasa juga meningkatkan kedekatan dengan Allah, melatih disiplin, dan membentuk karakter yang kuat. Dengan memahami cara kerja puasa sebagai perisai, kita dapat memaksimalkan manfaat puasa tidak hanya selama bulan Ramadan, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *