Tafsir Surat Ali ‘Imran Ayat 139

Kabartabligh.com
Arab: وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنتُمُ ٱلْأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
Latin:
Wa laa tahinuu wa laa tahzanuu wa antumul a’lawna in kuntum mu`miniin
Terjemahan:
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”
Tafsir Surat Ali ‘Imran Ayat 139 Menurut Bahasa
Ayat ini menggunakan beberapa kata kunci yang memiliki makna mendalam dalam bahasa Arab:
- وَلَا تَهِنُوا (Wa laa tahinuu)
- Wahin (وَهَن) dalam bahasa Arab berarti kelemahan fisik atau mental.
- Bentuk kata tahinuu adalah fi’il mudhari’ (kata kerja sekarang atau masa depan) dari akar kata wahana (وَهَنَ) yang berarti lemah, rapuh, atau kehilangan semangat.
- Kalimat ini berbentuk larangan (laa nahiya), artinya Allah melarang kaum Muslim untuk menjadi lemah atau kehilangan semangat.
- وَلَا تَحْزَنُوا (Wa laa tahzanuu)
- Hazana (حَزَنَ) berarti sedih atau berduka.
- Tahzanuu adalah fi’il mudhari’ dari hazina (حَزِنَ) yang berarti bersedih hati.
- Larangan ini menunjukkan bahwa kesedihan yang berlebihan dapat melemahkan semangat dan membuat seseorang putus asa.
- وَأَنتُمُ ٱلْأَعْلَوْنَ (Wa antumul a’lawna)
- A’lawna (الأعلون) adalah bentuk jamak dari a’la (أعلى) yang berarti “yang lebih tinggi” atau “yang lebih unggul”.
- Frasa ini menunjukkan bahwa kaum Muslim memiliki kedudukan yang lebih tinggi, baik dalam aspek keimanan maupun dalam pandangan Allah.
- إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ (In kuntum mu’miniin)
- In (إِنْ) adalah harf syarth (kata penghubung bersyarat) yang berarti “jika”.
- Kuntum (كُنتُم) adalah fi’il madhi (kata kerja lampau) dari kaana (كان), yang dalam struktur ini bermakna sebagai penegasan terhadap keadaan yang sedang berlangsung.
- Mu’miniin (مُّؤْمِنِينَ) adalah bentuk jamak dari mu’min (مؤمن), yang berarti “orang-orang yang beriman”.
- Ini menunjukkan bahwa keunggulan kaum Muslim terikat dengan syarat keimanan mereka.
I’rab (Analisis Tata Bahasa) Ayat 139
- وَ (Wa) → Huruf ‘athaf (kata sambung) yang menghubungkan ayat ini dengan ayat sebelumnya.
- لَا (Laa) → Huruf nahi (kata larangan).
- تَهِنُوا (Tahinuu) → Fi’il mudhari’ (kata kerja sekarang atau masa depan) marfu’ (berharakat dhammah) karena tidak didahului oleh alat jazm. Fa’ilnya adalah dhamir mustatir (kata ganti tersembunyi) yang kembali kepada kaum Muslim.
- وَلَا (Wa laa) → Huruf ‘athaf dan nahi (penghubung serta larangan).
- تَحْزَنُوا (Tahzanuu) → Fi’il mudhari’ marfu’, fa’ilnya dhamir mustatir yang kembali kepada kaum Muslim.
- وَأَنتُمُ (Wa antum) → Jumlah ismiyyah (kalimat nominal), terdiri dari huruf ‘athaf (wa), dhamir (antum) sebagai mubtada’ (subjek).
- ٱلْأَعْلَوْنَ (Al-a’lawna) → Khabar (predikat) dari antum, dalam bentuk isim tafdhil (kata superlatif), yang menunjukkan bahwa kaum Muslim lebih unggul.
- إِن (In) → Harf syarth (kata penghubung bersyarat).
- كُنتُمْ (Kuntum) → Fi’il madhi (kata kerja lampau) yang berfungsi dalam jumlah syarthiyyah (kalimat bersyarat).
- مُّؤْمِنِينَ (Mu’miniin) → Isim fa’il (kata benda pelaku) dalam bentuk jamak dan manshub sebagai khabar dari kuntum.
Dari segi bahasa, ayat ini memberikan dorongan kepada kaum Muslim untuk tidak lemah dan tidak larut dalam kesedihan, karena mereka lebih unggul selama mereka tetap beriman. Struktur i’rab ayat ini menegaskan makna larangan serta syarat bahwa keunggulan kaum Muslim tergantung pada keimanan mereka.
Tafsir dari Beberapa Sumber
- Tafsir Ibnu Katsir
Ayat ini diturunkan setelah Perang Uhud, ketika kaum Muslim mengalami kekalahan akibat ketidaktaatan sebagian dari mereka terhadap perintah Rasulullah ﷺ. Allah menegur mereka agar tidak bersedih dan tetap teguh, karena jika mereka benar-benar beriman, mereka tetap lebih tinggi derajatnya daripada orang-orang kafir, baik di dunia maupun di akhirat. - Tafsir Al-Muyassar
Allah memerintahkan kaum Muslim untuk tidak merasa lemah atau sedih akibat kekalahan dalam peperangan. Mereka tetap lebih unggul karena memiliki iman, dan kemenangan hakiki akan datang jika mereka bersabar dan tetap berpegang teguh pada agama Allah. - Tafsir Al-Jalalayn
Ayat ini berisi dorongan agar kaum Muslim tetap bersemangat dan tidak larut dalam kesedihan. Mereka diminta untuk bangkit dan tetap berusaha, sebab kemenangan dan keunggulan mereka bergantung pada keimanan yang kuat. - Tafsir As-Sa’di
Kesedihan dan kelemahan hanya akan melemahkan mental dan fisik seorang Muslim. Oleh karena itu, Allah mengingatkan mereka agar tetap percaya diri dan optimis, karena iman mereka akan mengangkat derajat mereka di dunia dan akhirat.
Asbabun Nuzul (Sebab Turunnya Ayat)
Ayat ini turun setelah Perang Uhud (tahun 3 H), ketika pasukan Muslim mengalami kekalahan akibat sebagian pasukan pemanah meninggalkan pos mereka, sehingga pasukan Quraisy melakukan serangan balik. Akibatnya, banyak sahabat yang gugur, termasuk paman Nabi, Hamzah bin Abdul Muththalib.
Peristiwa ini membuat kaum Muslim sedih dan merasa terpukul. Namun, Allah menurunkan ayat ini untuk menghibur mereka, mengingatkan bahwa meskipun mereka mengalami kekalahan sesaat, mereka tetap lebih unggul selama mereka beriman dan taat kepada Allah.
Surat Ali ‘Imran ayat 139 mengajarkan bahwa kaum Muslim tidak boleh merasa lemah atau putus asa dalam menghadapi kesulitan. Selama mereka tetap beriman dan taat kepada Allah, mereka tetap lebih unggul daripada orang-orang kafir, baik di dunia maupun di akhirat.