Bertetangga Cara Nabi: Mengembalikan Kehangatan Adab Bermasyarakat

Kabartabligh.com – Di tengah hiruk-pikuk kehidupan kota dan meningkatnya individualisme sosial, adab bertetangga perlahan memudar dari ruang interaksi masyarakat. Pagar tinggi, pintu yang selalu tertutup, dan jarak emosional antartetangga menjadi pemandangan lumrah di banyak kawasan urban. Padahal, dalam Islam, bertetangga bukan sekadar relasi tempat tinggal, tetapi bagian dari ibadah sosial yang sarat nilai ukhuwah dan kasih sayang.
Nabi Muhammad ﷺ telah memberikan teladan sempurna bagaimana membangun hubungan harmonis dengan bertetangga. Dalam sabdanya yang sangat populer, Rasulullah ﷺ menekankan pentingnya memperlakukan tetangga dengan baik:
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بِالْجَارِ، حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ»
Rasulullah ﷺ bersabda: “Jibril terus-menerus mewasiatkan aku untuk berbuat baik kepada tetangga, hingga aku mengira tetangga itu akan diberi hak waris.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menggambarkan betapa Islam menempatkan posisi tetangga sangat mulia, hampir setara dengan kerabat dalam hal hak dan perhatian.
Dalam kehidupan Rasulullah ﷺ, banyak kisah yang menunjukkan kebaikan beliau kepada tetangga, bahkan terhadap mereka yang memusuhinya. Salah satu kisah masyhur adalah ketika seorang wanita tua Yahudi rutin melempar kotoran di jalan yang biasa dilalui Nabi. Suatu hari wanita itu tidak tampak. Alih-alih bersyukur, Nabi justru menengok ke rumahnya karena khawatir akan kondisi sang wanita. Tindakan ini menyentuh hati sang tetangga hingga akhirnya ia memeluk Islam. Beginilah Islam mengajarkan nilai kehangatan dan pemaafan dalam bertetangga.
Menjadi tetangga yang baik tidak sebatas tidak mengganggu. Islam mendorong umatnya untuk aktif menyebar kebaikan. Rasulullah ﷺ bersabda:
وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ، وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ، وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ. قِيلَ: وَمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: الَّذِي لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ
“Demi Allah, tidak beriman! Demi Allah, tidak beriman! Demi Allah, tidak beriman!” Para sahabat bertanya, “Siapa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Orang yang tetangganya tidak merasa aman dari gangguannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pesan ini bukan hanya peringatan keras, tetapi juga ajakan untuk menciptakan lingkungan yang damai, ramah, dan saling melindungi.
Dalam konteks kekinian, bertetangga ala Nabi bisa dihidupkan kembali dengan hal-hal sederhana: menyapa dengan senyum, saling mengantar makanan, menjenguk saat sakit, membantu saat kesulitan, serta menjaga lisan dan perbuatan agar tidak menyakiti tetangga. Bahkan, memberikan hadiah kecil kepada tetangga telah dijanjikan pahala besar:
يَا نِسَاءَ الْمُسْلِمَاتِ، لَا تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا، وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ
“Wahai para wanita muslimah, janganlah meremehkan hadiah kepada tetangganya, meskipun hanya berupa kaki kambing.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pesan luhur ini menegaskan bahwa perhatian kecil yang ikhlas dapat menumbuhkan kehangatan besar dalam relasi sosial. Di tengah zaman yang serba instan dan sibuk, menghidupkan kembali adab bertetangga adalah bentuk nyata meneladani akhlak Nabi.
Mari mulai hari ini, kita hidupkan kembali semangat bertetangga cara Nabi. Sambung silaturahmi, tebarkan salam, dan jadikan lingkungan sekitar sebagai ladang pahala dan tempat pulang yang menenangkan.
Jadilah tetangga yang dirindukan, bukan dihindari. Bertetangga bukan sekadar tinggal berdampingan, tetapi peluang memperluas ukhuwah dan menyebar kebaikan. Mari teladani Nabi dalam setiap langkah bermasyarakat.