Kejujuran dan Keadilan: Fondasi Utama Kemakmuran Bangsa

Kabartabligh.com – Karakteristik utama dari Islam itu adalah kejujuran dan keadilan. Bahkan kesempurnaan Al-Qur’an itu sendiri disifati oleh dua karakter itu. Al-Qur’an menyatakan: “Dan Kalimat Tuhanmu telah sempurna dengan kebenaran dan keadilan” (Shidqan wa ‘adlan).  Keduanya merupakan esensi dari religiositas seseorang. Bahwa beragama itu artinya menjunjung tinggi kebenaran (kejujuran) dan keadilan.

Kejujuran (as-sidqu) dan keadilan (al-adlu) adalah fondasi bagi terwujudnya nilai-nilai kebaikan universal. Dan satu nilai kebaikan yang terpenting dalam hidup manusia adalah keadilan. Keadilan menjadi persyarat bagi tumbuh dan berkembangnya nilai-nilai kebaikan dalam segala aspek kehidupan manusia. Runtuhnya keadilan dalam kehidupan juga pertanda runtuhnya kemanusiaan itu sendiri.

Sungguh ironis bahwa saat ini kita hidup dalam dunia yang dalam banyak hal kehilangan nilai kebenaran dan kejujurannya. Ketidak jujuran dunia inilah yang melahirkan berbagai ketimpangan dan ketidak adilan dalam hidup. Hilangnya kedua hal itu dalam kehidupan manusia menjadikan hidup semakin kehilangan esensinya, termasuk esensi kemanusiaan itu sendiri.

Akibat dari hilangnya esensi kemanusiaan, manusia hidup dengan penuh kepura-puraan. Hampir dalam segala aspek kehidupannya manusia berpura-pura, bahkan membohongi diri sendiri. Berpura-pura kaya dengan uang, padahal secara esensi miskin. Berpura-pura senang dan bahagia, padahal berada dalam tekanan dan penderitaan. Berpura-pura tersenyum padahal sedang dalam keperihan batin yang sangat. Manusia hidup penuh kosmetik untuk menipu diri sendiri dan orang lain.

Di sebuah negeri nun jauh kita saksikan kepura-puraan itu. Mungkin kata yang lebih tegas adalah “kemunafikan”. Kepura-puraan atau kemunafikan itu mendominasi kehidupan publik. Para pemimpin berpura-pura peduli rakyat. Tapi di balik kepura-puraan itu tersembunyi ambisi pribadi, keluarga dan kelompok di atas kepentingan rakyat dan negara. Tidak jarang calon pemimpinnya masuk gorong-gorong, berpura-pura peduli dengan kehidupan rakyat jelata. Tapi di saat berkuasa rakyat tidak dipedulikan bahkan digusur demi kepuasan dan kerakusan para Oligarki dan pemilik modal.

Dari semua itu, hal yang paling menyedihkan dan berbahaya adalah ketika kepura-puraan dan kemunafikan dilapisi oleh hukum yang termanipulasi. Berbagai kejahatan yang merugikan negara dan rakyat dilakukan, dan semua itu nampak Konstitusional dan legal. Dari perampokan hak ekspresi, pemaksaan kepentingan (termasuk jabatan tertentu), hingga kriminalisasi lawan-lawan politik atas nama hukum. Hukum dikadali sedemikian rupa menjadi senjata kepentingan mereka yang memiliki kekuasaan.

Salah satu pelajaran penting dari Zohran Mamdani di Kota New York adalah karakter kejujuran dan keadilan untuk semua. Zohran adalah seorang politisi muda yang jujur pada diri dan visi perjuangannya. Jujur pada dirinya sebagai seorang Muslim dan tak pernah ragu, malu apalagi takut mendeklarasikan secara lantang bahwa dia Muslim. Walaupun itu bagi sebagian dapat menjadi bumerang bagi perjuangannya dalam perebutan posisi walikota di Kota dunia ini.

Kejujuran itu juga terjadi pada visi perjuangan untuk memperjuangkan kebenaran dan keadilan untuk semua. Semua mengakui bahwa Zohran adalah politisi yang pintar. Tapi tidak semua menyadari jika kepintaran Zohran tersinari (enlighten) oleh cahaya “nurani” yang jujur. Bahwa kemanusiaan adalah segalanya. Dan karenanya kepentingan politik jangan mengorbankan nilai kemanusiaan. Nurani menuntun bahwa keadilan adalah hak dasar semua orang. Karenanya menjunjung keadilan dan melawan kezholiman tidak boleh terbangun di atas kepentingan politik sesaat.

Realita itulah yang menjadikan Zohran jujur pada visi politik yang berkemanusiaan (humanity) dan berkeadilan untuk semua (justice for all). Hal yang menjadikannya lantang membela penghentian genosida di Gaza dan hak kemerdekaan bangsa Palestina. Sekaligus keberaniannya menentang kezholiman dan genosida yang dilakukan oleh pemerintahan Benjamin Natanyahu di Palestina. Sebuah posisi politik yang tidak mudah di Amerika Serikat. Terlebih lagi di Kota New York yang merupakan kota dengan penduduk Yahudi terbesar di luar Israel.

Kesimpulan yang ingin saya sampaikan pada catatan kali ini adalah bahwa dalam kehidupan publik, kejujuran dan keadilan menjadi prasyarat bagi terbangunnya kemakmuran dan kehidupan yang tentram dan damai. Tanpa kejujuran dan keadilan, apapun formalitas agama yang diakui di sebuah bangsa, negara Muslim mayoritas misalnya, kehidupan akan termanipulasi sedemikian rupa. Kekuasaan yang seharusnya berkarakter keadilan berubah menjadi kezholiman. Dan kekayaan akan semakin tersedot ke kantong-kantong segelintir orang yang semakin rakus dan buas.

Akankah kita tersadarkan?

A Proud New Yorker

Oleh Shamsi Ali Al-Newyorki

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *