ETIKA JURNALISTIK DAN MEDIA SOSIAL DALAM ISLAM

Kabartabligh.com

Oleh Syahroni Nur Wachid

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا. من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له. أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمداً عبده ورسوله.

أما بعد،

Hadirin rahimakumullah, marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah ﷻ dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Pada kesempatan kali ini, izinkan saya menyampaikan ceramah dengan tema Etika Jurnalistik dan Media Sosial dalam Islam.

Pentingnya Menjaga Kebenaran dalam Penyebaran Informasi

Dalam era digital seperti sekarang, informasi tersebar dengan sangat cepat, baik melalui media jurnalistik maupun media sosial. Namun, tidak semua informasi yang beredar adalah benar. Oleh karena itu, Islam memberikan pedoman agar kita selalu berhati-hati dalam menyampaikan berita. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seorang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
(QS. Al-Hujurat: 6)

Ayat ini mengajarkan kita untuk tabayyun, yaitu meneliti dan memverifikasi kebenaran suatu berita sebelum menyebarkannya. Sebab, jika kita menyebarkan informasi tanpa klarifikasi, bisa jadi kita sedang menyebarkan fitnah yang dapat merusak keharmonisan masyarakat.

Larangan Menyebarkan Hoaks dan Fitnah

Islam sangat melarang penyebaran berita bohong dan fitnah, karena hal ini bisa mendatangkan dosa besar dan menyebabkan kehancuran sosial. Rasulullah ﷺ bersabda:

كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ

“Cukuplah seseorang dikatakan pendusta apabila ia menceritakan semua yang ia dengar.”
(HR. Muslim)

Hadis ini menjadi peringatan bagi kita agar tidak sembarangan menyebarkan informasi yang belum tentu kebenarannya. Dalam dunia jurnalistik dan media sosial, sering kali kita menemukan berita-berita yang dibuat hanya untuk sensasi tanpa memperhatikan kebenaran dan dampaknya. Oleh karena itu, kita sebagai Muslim harus berhati-hati dan tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang belum jelas sumbernya.

Menjaga Akhlak dalam Bermedia Sosial

Saat ini, media sosial menjadi sarana utama dalam komunikasi dan penyebaran informasi. Namun, banyak orang yang menggunakan media sosial dengan cara yang salah, seperti menyebarkan ujaran kebencian, caci maki, dan fitnah. Padahal, Islam mengajarkan kita untuk berkata baik atau diam. Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
(HR. Bukhari dan Muslim)

Dari hadis ini, kita diajarkan untuk selalu menjaga lisan, termasuk dalam tulisan dan komentar di media sosial. Jangan sampai kita menjadi bagian dari penyebar kebencian, fitnah, atau adu domba.

Menjaga Kehormatan dan Aib Orang Lain

Salah satu prinsip penting dalam Islam adalah menjaga kehormatan sesama Muslim. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:

وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ

“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al-Hujurat: 12)

Ayat ini menegaskan bahwa ghibah (menggunjing) adalah perbuatan yang sangat buruk, bahkan diibaratkan seperti memakan bangkai saudara sendiri. Oleh karena itu, sebagai pengguna media sosial, kita harus berhati-hati dalam membicarakan orang lain, terutama menyebarkan aib dan keburukan orang lain.

Menggunakan Media sebagai Sarana Kebaikan

Media, baik jurnalistik maupun media sosial, bisa menjadi ladang amal jika digunakan dengan benar. Kita bisa menyebarkan ilmu yang bermanfaat, mengajak kepada kebaikan, dan menyuarakan kebenaran. Allah ﷻ berfirman:

وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya.”
(QS. Al-Ma’idah: 2)

Sebagai seorang Muslim, kita harus memanfaatkan media sebagai sarana dakwah, menyebarkan kebaikan, dan mempererat persaudaraan. Jangan justru menjadikan media sebagai tempat untuk menyebarkan kebencian dan permusuhan.

Kesimpulan

Hadirin rahimakumullah, Islam memberikan pedoman yang jelas dalam etika jurnalistik dan bermedia sosial. Kita harus selalu berhati-hati dalam menyebarkan informasi, memastikan kebenarannya, serta menjaga akhlak dan kehormatan sesama. Jangan sampai kita menjadi bagian dari penyebar hoaks, fitnah, atau kebencian. Sebaliknya, mari kita manfaatkan media sebagai sarana untuk menyebarkan kebaikan dan menegakkan keadilan.

Semoga Allah ﷻ membimbing kita semua agar selalu berkata benar, menyebarkan informasi yang baik, dan menjadikan media sebagai sarana dakwah yang bermanfaat.

وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *