Waspadalah! Indonesia Akan Mengalami Krisis Kepemimpinan, Benarkah?

Degradasi moral

Oleh: Imam Sapari, S.H.I., M.Pd. (Ketua Majelis Tabligh PDM Surabaya, Kepala SMP Muhammadiyah 7 Surabaya)

KABARTABLIGH.COM – Degradasi moral pada generasi muda kini menjadi isu krusial yang mengancam fondasi bangsa. Fenomena ini bukanlah masalah tunggal, melainkan hasil dari interaksi kompleks berbagai faktor yang saling berkaitan. Jika kondisi ini terus dibiarkan tanpa intervensi serius, dampaknya akan merusak tatanan sosial, ekonomi, dan politik di masa depan. Tulisan ini akan mengupas tuntas penyebab, solusi, hingga dampak yang mengintai, berdasarkan data dan referensi yang relevan.

Penyebab Utama Degradasi Moral Anak Muda

Setidaknya ada lima faktor utama yang berkontribusi terhadap penurunan moral di kalangan anak muda saat ini:

Pengaruh Teknologi dan Media Sosial yang Masif

Media sosial, bagai pedang bermata dua, menawarkan kemudahan informasi namun juga menjadi pintu masuk bagi nilai-nilai negatif. Sebuah survei dari Pusat Penelitian Kebijakan BRIN pada tahun 2023 menunjukkan bahwa 75% remaja di Indonesia terpapar konten digital negatif seperti pornografi, hoaks, dan kekerasan siber setidaknya sekali dalam sebulan. Paparan ini mengikis sensitivitas moral dan etika sosial. Kasus cyberbullying yang berujung depresi dan bunuh diri adalah contoh nyata minimnya empati, sementara penyebaran konten tidak senonoh menunjukkan etika digital yang belum tertanam. Hal ini relevan dengan Hadits yang menekankan pentingnya menjaga lisan, termasuk dalam komunikasi di media sosial:

“Jagalah lisanmu dari perkataan yang tidak berguna, dan janganlah kamu menfitnah orang lain.” (HR. Tirmidzi).

Peran Keluarga yang Kurang Optimal

Keluarga seharusnya menjadi institusi pendidikan pertama, namun sering kali perannya kurang optimal. Sebuah studi di Jurnal Psikologi Indonesia pada tahun 2022 menemukan korelasi kuat antara kurangnya komunikasi efektif antara orang tua dan anak dengan perilaku berisiko pada remaja. Survei BKKBN 2021 juga mencatat bahwa 45% remaja merasa orang tua terlalu sibuk dan kurang memberikan perhatian. Akibatnya, anak mencari jati diri dan pengakuan di lingkungan luar yang belum tentu positif. Padahal tanggung jawab orang tua ini dipertegas dalam Al-Qur’an:

“Hendaklah kamu menjaga diri dan keluargamu dari api neraka.” (QS. At-Tahrim: 6).

Sistem Pendidikan yang Terlalu Berorientasi Akademis

Sistem pendidikan yang terlalu fokus pada aspek kognitif sering kali mengesampingkan pendidikan karakter. Sebuah penelitian dari Pusat Penelitian Pendidikan Kemendikbud 2020 menunjukkan adanya kesenjangan antara nilai moral yang diajarkan di sekolah dan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari siswa. Fenomena tawuran, menyontek massal, dan bullying membuktikan bahwa nilai kejujuran dan empati belum terinternalisasi. Padahal, misi utama pendidikan, menurut Hadits, adalah menyempurnakan akhlak: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia.” (HR. Al-Bukhari).

Lingkungan Sosial dan Pergaulan yang Buruk

Lingkungan pertemanan memiliki pengaruh signifikan. Badan Narkotika Nasional (BNN) pada 2022 melaporkan bahwa mayoritas kasus penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja dipicu oleh ajakan teman sebaya. Anak muda yang berada di lingkungan pergaulan bebas sering terjerumus ke dalam perilaku berisiko karena tekanan sosial untuk ‘mengikuti tren’. Hadits tentang perumpamaan teman yang baik dan buruk mengingatkan kita akan pentingnya memilih teman: “Perumpamaan teman yang baik dan teman yang buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan pandai besi…” (HR. Bukhari dan Muslim).

Pergeseran Nilai dan Ideologi Global

Arus globalisasi membawa ideologi materialisme, hedonisme, dan individualisme yang menggerus nilai luhur bangsa. Survei dari P3M pada 2021 menemukan bahwa 30% remaja di perkotaan lebih mementingkan pencapaian materi daripada nilai religius dan sosial. Fenomena ‘flexing’ di media sosial adalah contoh nyata dari budaya materialisme ini. Padahal, Al-Qur’an mengingatkan bahwa kehidupan dunia ini bersifat fana: “Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al-Hadid: 20).

Langkah Konkret Mengatasi Degradasi Moral

Mengatasi masalah ini butuh kolaborasi multi-pihak dengan langkah terukur.

Peran Orang Tua: Fondasi Utama Karakter

Orang tua harus membangun komunikasi efektif dengan anak, menyediakan waktu berkualitas untuk berdiskusi, serta menerapkan literasi digital keluarga. Kemen PPPA bahkan telah merilis panduan literasi digital untuk keluarga yang menekankan pentingnya pengawasan.

Peran Guru dan Sekolah: Menginternalisasi Nilai

Sekolah harus mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam semua mata pelajaran. Mengacu pada 8 dimensi yang ingin dicapai dalam pembentukan karakter dan kompetensi siswa seperti Keimanan dan Ketakwaan, Kewargaan, Kreativitas, Kemandirian, Komunikasi, Kesehatan, Kolaborasi, Penalaran Kritis. Konsep P8 ini bertujuan untuk membentuk lulusan yang tidak hanya unggul secara akademis, tetapi juga memiliki karakter kuat dan kompetensi yang relevan dengan kehidupan abad ke-21.

Peran Dinas Pendidikan dan Kementerian: Pembuat Kebijakan

Lembaga pemerintah harus terus menyempurnakan kurikulum agar pendidikan karakter menjadi inti, bukan hanya pelengkap. Peningkatan kompetensi guru melalui program seperti Guru Penggerak juga krusial untuk mencetak guru yang menjadi teladan dan agen perubahan.

Peran Mubaligh dan Lembaga Keagamaan: Peneguh Nilai Spiritual

Para mubaligh perlu mengemas pesan-pesan moral dan agama dengan bahasa yang mudah dipahami anak muda, terutama melalui platform media sosial. Pendekatan partisipatif dan forum diskusi interaktif akan membuat dakwah lebih relevan dengan tantangan moral yang dihadapi remaja.

Dampak Buruk Jika Degradasi Moral Dibiarkan

Jika masalah ini tidak ditangani, Indonesia akan menghadapi dampak serius:

Dampak Sosial: Rusaknya Tatanan Masyarakat

Degradasi moral akan meningkatkan kriminalitas dan anarkisme, yang ditandai dengan tren kenaikan kasus kriminalitas di kalangan usia produktif. Toleransi yang memudar juga akan memicu perpecahan sosial, sebagaimana diperburuk oleh polarisasi di media sosial.

Dampak Ekonomi: Menurunnya Produktivitas

Generasi yang tidak berintegritas akan menurunkan kualitas Sumber Daya Manusia. Bank Dunia menyebutkan bahwa kurangnya integritas dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, gaya hidup konsumtif yang didorong materialisme juga meningkatkan risiko jerat utang, seperti yang dicatat oleh OJK terkait tren pinjaman online di kalangan anak muda.

Dampak Politik dan Kebangsaan: Melemahnya Fondasi dan kepemimpinan Negara

Negara akan kesulitan melahirkan pemimpin yang jujur dan berintegritas. Apatisme terhadap isu publik akan melemahkan partisipasi demokrasi, dan yang paling berbahaya, nilai-nilai luhur Pancasila akan luntur. Riset BPIP menunjukkan penurunan pemahaman Pancasila di kalangan anak muda, yang menjadi ancaman serius bagi identitas nasional.

Di sinilah jika negara tidak segera berbenah untuk memperbaiki generasi remaja dan muda kita, maka ke depan negara akan mengalami krisis kepemimpinan, kepemimpinan yang ada dibangun atas dasar viralisasi dan ketenaran, tidak pada Integritas dan kecakapan personal dalam kepemimpinan. Akan melemah kepercayaan publik pada sosok figur pemimpin bangsa dan juga masyarakat akan kesulitan mencari keteladanan dalam figur kepemimpinan yang ada.

Degradasi moral anak muda adalah tantangan nyata yang membutuhkan respons holistik dan terpadu. Dibutuhkan kerja sama dari semua pihak, mulai dari keluarga sebagai fondasi, sekolah sebagai lembaga pendidikan, hingga pemerintah dan lembaga keagamaan sebagai pembuat kebijakan dan peneguh nilai. Dengan langkah yang tepat, kita dapat memastikan bahwa generasi muda tumbuh menjadi individu yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki karakter kepemimpinan yang kuat, berintegritas dan bisa menjadi teladan untuk umat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *