Apa Sebenarnya Kegunaan Kita Membayar Zakat Fitri?

Tujuan

KABARTABLIGH.COM – Terdapat dua pandangan ulama mengenai siapa yang berhak menerima zakat fitri. Sebagian ulama berpendapat bahwa zakat fitri diperuntukkan bagi delapan golongan yang disebut dalam Surah at-Taubah ayat 60, yaitu fakir, miskin, amil zakat, muallaf, hamba sahaya, orang yang berutang, fisabilillah, dan musafir.

Sebagaimana isi firman Allah dalam ayat tersebut:

اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلۡفُقَرَآءِ وَالۡمَسٰكِيۡنِ وَالۡعٰمِلِيۡنَ عَلَيۡهَا وَالۡمُؤَلَّـفَةِ قُلُوۡبُهُمۡ وَفِى الرِّقَابِ وَالۡغٰرِمِيۡنَ وَفِىۡ سَبِيۡلِ اللّٰهِ وَابۡنِ السَّبِيۡلِ‌ؕ فَرِيۡضَةً مِّنَ اللّٰهِ‌ؕ وَاللّٰهُ عَلِيۡمٌ حَكِيۡمٌ

“Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (muallaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (QS. At-Taubah: 60).

Di sisi lain, terdapat pandangan yang menyatakan bahwa zakat fitri hanya diperuntukkan bagi fakir miskin. Pendapat ini merujuk pada hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas, yang menegaskan bahwa zakat fitri bertujuan sebagai penyucian diri bagi orang yang berpuasa serta sebagai makanan bagi orang miskin.

Dalam hadis tersebut disebutkan:

“Rasulullah saw telah mewajibkan zakat fitri sebagai pensucian diri bagi orang yang berpuasa dari perkataan sia-sia dan buruk, serta sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barangsiapa menunaikannya sebelum shalat (Idul Fitri), maka itu adalah zakat yang diterima, dan barangsiapa menunaikannya setelah shalat, maka itu hanyalah sedekah biasa.”

Lebih dari sekadar memberikan makanan kepada fakir miskin di hari raya, zakat fitri juga memiliki fungsi sosial yang lebih luas. Salah satu tujuan zakat adalah mengubah status mustahiq (penerima zakat) menjadi muzakki (pemberi zakat) di masa mendatang. Dengan demikian, zakat tidak hanya bersifat konsumtif, tetapi juga harus memiliki dampak jangka panjang yang meningkatkan kesejahteraan penerimanya.

Zakat fitri berperan dalam membangun solidaritas sosial, mengurangi kesenjangan ekonomi, dan mempererat hubungan antara si kaya dan si miskin. Rasulullah saw bersabda, “Kayakanlah mereka (fakir miskin) pada hari ini (Idul Fitri) agar mereka tidak meminta-minta.”

Namun, praktik penyaluran zakat fitri selama ini masih cenderung bersifat konsumtif. Dalam konteks ini, Muhammadiyah telah melakukan terobosan dengan membentuk lembaga amil zakat yang mendistribusikan zakat fitri secara lebih merata kepada fakir miskin.

Meskipun demikian, distribusi zakat yang hanya bersifat konsumtif belum cukup efektif dalam mengubah status mustahiq menjadi muzakki. Diperlukan strategi baru agar zakat fitri dapat menjadi modal produktif bagi penerimanya. Islam mengajarkan keseimbangan antara kebutuhan dunia dan akhirat, sebagaimana firman Allah dalam Surah al-Qashash ayat 77 yang mengingatkan agar manusia tidak melupakan bagian dunianya, serta dalam Surah an-Najm ayat 39 yang menegaskan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya.

Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa zakat fitri seharusnya tidak hanya dikonsumsi, tetapi juga dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf hidup penerimanya. Selama ini, zakat fitri lebih banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek, sehingga manfaatnya tidak berkelanjutan. Akibatnya, fakir miskin tetap berada dalam kondisi kemiskinan tanpa perubahan berarti dalam kehidupan mereka.

Padahal, dengan pengelolaan yang lebih baik, zakat fitri dapat dijadikan sebagai modal produktif yang memberikan manfaat jangka panjang bagi penerimanya. Konsep ini sejalan dengan firman Allah dalam Surah al-Hasyr ayat 18, yang menekankan pentingnya perencanaan untuk masa depan. Jika dikelola secara produktif, zakat fitri tidak hanya memberikan bantuan sesaat, tetapi juga membuka peluang bagi mustahiq untuk meningkatkan kesejahteraan mereka di masa mendatang.

Untuk itu, pengelolaan zakat fitri perlu diarahkan pada model yang lebih produktif, bukan sekadar konsumtif. Dengan demikian, tujuan utama zakat fitri, yaitu mengangkat derajat fakir miskin dan membangun kesejahteraan sosial, dapat benar-benar terwujud.

Agar zakat fitri dapat dimanfaatkan sebagai modal produktif, ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi:

  1. Harus mendapatkan izin dari fakir miskin, karena zakat fitri adalah hak mereka.
  2. Kebutuhan mereka di hari raya harus sudah tercukupi dengan sebagian zakat fitri yang diberikan.
  3. Modal yang digunakan berasal dari sisa zakat fitri setelah diberikan kepada fakir miskin.
  4. Bentuk usaha bisa berupa koperasi, PT, atau model lainnya yang sesuai.
  5. Keuntungan yang diperoleh dari permodalan zakat fitri digunakan untuk kepentingan fakir miskin.
  6. Pengelolaan dilakukan oleh orang-orang yang terpercaya dan ahli di bidangnya, dengan melibatkan mustahiq, muzakki, serta ulama.
  7. Pengelola bertanggung jawab atas keselamatan permodalan zakat fitri tersebut.

Dengan pengelolaan yang lebih baik, zakat fitri dapat menjadi instrumen pemberdayaan ekonomi yang efektif, sehingga tidak hanya membantu fakir miskin untuk sementara waktu, tetapi juga memberikan manfaat berkelanjutan bagi kehidupan mereka di masa depan. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *