Belajar dari Akhlak Urwah bin Zubair di Tengah Fenomena Buruk Akhlak Generasi Muda

Kabartabligh.com – Di sebuah zaman penuh tantangan, ada seorang ulama besar yang namanya harum dalam sejarah Islam , Urwah bin Zubair. Ia bukan hanya dikenal karena ilmunya yang mendalam, tetapi juga karena akhlaknya yang luar biasa.

Kisahnya menjadi pelajaran penting, apalagi di tengah fenomena krisis akhlak generasi muda saat ini.

Sebuah Ujian yang Menggetarkan Hati

Urwah bin Zubair adalah anak dari Zubair bin Awwam, sahabat Nabi Muhammad SAW, dan Asma binti Abu Bakar. Sejak kecil, ia tumbuh dalam lingkungan keluarga yang penuh kebaikan dan teladan.

Namun, kehidupan Urwah tidak selalu berjalan mulus. Suatu hari, ia mengalami musibah besar. Kakinya mengalami penyakit parah yang membuat dokter pada masa itu menyarankan amputasi untuk menyelamatkan nyawanya. Saat proses amputasi dilakukan, Urwah hanya ditemani doa dan dzikir. Ia tidak menjerit, tidak marah, dan tidak menyalahkan takdir.

Yang lebih mengejutkan, di saat yang hampir bersamaan, anak kesayangannya meninggal dunia akibat kecelakaan.

Apa yang dilakukan Urwah? Apakah ia mengeluh? Apakah ia menyalahkan Allah?

Tidak.

Dengan tenang ia berkata, “Ya Allah, Engkau telah memberiku empat anggota tubuh yang sehat, dan Engkau mengambil satu. Engkau telah memberiku empat anak, dan Engkau mengambil satu. Maka segala puji bagi-Mu atas apa yang telah Engkau beri, dan segala puji atas apa yang Engkau ambil.”

Sebuah kalimat yang menggambarkan betapa hatinya penuh kesabaran dan rasa syukur.

Generasi Muda dan Krisis Akhlak di Era Digital

Bandingkan dengan fenomena generasi muda saat ini.

Di era digital, banyak anak muda yang justru sangat mudah mengeluh. Masalah kecil seperti terlambat makan, paket internet habis, atau tidak di-notice di media sosial bisa menjadi alasan untuk marah-marah, mencaci maki, atau bahkan depresi.

Fenomena hilangnya adab kepada orang tua dan guru juga menjadi pemandangan yang semakin sering kita lihat. Ada yang berani membentak orang tua hanya karena ditegur. Ada pula yang melawan guru di sekolah karena tidak terima dengan teguran atau peraturan.

Media sosial menjadi tempat “pamer” emosi tanpa kontrol. Banyak yang lebih mudah mengikuti gaya hidup selebritas yang penuh kemewahan daripada meneladani kehidupan sederhana namun mulia seperti Urwah bin Zubair.

Di sinilah letak krisis akhlak itu.

Generasi muda lebih akrab dengan tokoh-tokoh viral daripada mengenal tokoh-tokoh shalih yang penuh inspirasi.

Apa yang Bisa Kita Tiru dari Akhlak Urwah bin Zubair?

Ada tiga pelajaran besar dari kisah Urwah bin Zubair yang sangat relevan untuk generasi muda:

  1. Sabar dalam Ujian
    Ujian hidup tidak pernah mengenal usia. Urwah mengajarkan bahwa sabar bukan hanya diam, tetapi menerima takdir dengan lapang dada dan terus berbuat baik.
  2. Syukur dalam Nikmat dan Musibah
    Syukur bukan hanya saat bahagia, tetapi juga ketika kehilangan. Harta, kesehatan, dan keluarga adalah titipan. Suatu saat bisa diambil kapan saja.
  3. Mengontrol Emosi dan Menjaga Lisan
    Di tengah ujian berat, Urwah tetap menjaga lisannya dari keluhan dan amarah. Ini sangat penting di era sekarang, di mana lisan sering “berubah” menjadi status media sosial atau komentar yang kasar.

Menjadi Generasi Penerus yang Berakhlak Mulia

Sudah saatnya generasi muda bercermin dari kisah para ulama terdahulu. Menjadi keren bukan hanya soal gaya, tetapi bagaimana menghadapi hidup dengan akhlak yang terpuji.

Kita bisa memulai dari hal-hal kecil:

  • Bersabar dalam menghadapi masalah sederhana.
  • Tidak mudah mengeluh di media sosial.
  • Menghormati orang tua dan guru.
  • Mengontrol lisan dan tulisan.
  • Belajar ilmu agama untuk memperbaiki diri.

Karena sejatinya, manusia dinilai bukan dari seberapa viral dirinya di dunia, tetapi seberapa mulia akhlaknya di hadapan Allah dan manusia.

Semoga kisah ini menjadi cermin bagi kita semua, khususnya generasi muda, untuk kembali membangun karakter dan akhlak yang mulia. Dunia boleh berubah, teknologi boleh berkembang, tetapi akhlak yang baik akan selalu relevan sepanjang zaman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *