Sejarah Bani Abbasiyah
Abu al-Abbas al-Saffah (750-754 M) adalah pendiri dinasti Abbasiyah. Akan tetapi karena kekuasaannya sangat singkat, Abu Ja’far al-Mansur (754-775 M) yang banyak berjasa dalam membangun pemerintahan dinasti Abbasiyah. Pada tahun 762 M, Abu Ja’far al-Mansur memindahkan ibukota dari Damaskus ke Hasyimiyah, kemudian dipindahkan lagi ke Baghdad. Oleh karena itu, ibukota pemerintahan dinasti Abbasiyah berada di tengah-tengah bangsa Persia. (Badri Yatim, 2006: 50-51).
Abu Ja’far al-Mansur dicatat sebagai pendiri dinasti Abbasiyah yang berkuasa lebih kurang 20 tahun dan dianggap sebagai tokoh yang terkenal hebat, berani, kuat, tegas, dan gagah perkasa. Ibn Thabathiba, misalnya, berkata bahwa al-Mansur adalah seorang raja yang agung, tegas, bijaksana, alim, dan berpikir cerdas, pemerintahannya rapi, amat disegani, dan berbudi baik. (Abuddin Nata, 2011: 148). Ditangannyalah dinasti Abbasiyah mempunyai pengaruh yang sangat kuat.
Berdirinya pemerintahan ini dianggap sebagai kemenangan pemikiran yang pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim (Alawiyah) setelah meninggalnya Rasulullah dengan mengatakan bahwa yang berhak untuk berkuasa adalah keturunan Rasulullah dan anak- anaknya, setidaknya anggapan ini bisa diterima dikarenakan gerakan Abbasiyah sudah berlangsung sejak lama, yaitu masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz, khalifah kedelapan dinasti Umayyah.
Gerakannya begitu rapi dan tersembunyi sehingga tidak diketahui pihak Bani Umayyah. Selain itu gerakan ini juga didukung oleh kalangan Syiah. Hal ini bisa dimaklumi karena dalam melakukan aksinya, para aktivisnya membawa-bawa nama bani Hasyim, bukan Bani Abbas. (Hepi andi Bastoni, 2008: 77). Maka, secara tidak langsung orang-orang Syiah merasa disertakan dalam perjuangan mereka.
Ada sejumlah alasan mengapa gerakan Abbasiyah yang di pelopori oleh para keturunan Abbas berhasil mendapat dukungan massa. Yaitu banyak kelompok umat yang sudah tidak mendukung kekuasaan bani Umayyah yang korup, dan memihak kepada sebagian kelompok. Misalnya kelompok Syi’ah sejak awal berdirinya Dinasti Umayyah telah memberontak karena hak mereka terhadap kekuasaan dirampok oleh muawiyyah dan keturunannya.
Selain itu menjelang akhir Dinasti Umayyah, terjadi bermacam-macam kekacauan yaitu penindasan yang terus-menerus terhadap pengikut Ali dan Bani Hasyim pada umumnya, merendahkan kaum muslimin yang bukan bangsa Arab sehingga mereka tidak diberi kesempatan dalam pemerintahan, pelanggaran terhadap ajaran Islam dan hak-hak asasimanusia dengan terang- terangan. (Musyarifah Sunanto, 2003: 47).
Sementara itu kelompok khawarij juga merasa hak politik umat tidak boleh dimonopoli oleh keturunan tertentu tetapi merupakan hak setiap Muslim. kelompok khawarij ini merasa bahwa khalifah Bani Umayyah menjalankan kekuasaannya secara sekuler. Kelompok lain yang sangat membenci kekuasaan Bani Umayyah adalah Mawali yaitu orang-orang non Arab yang baru masuk Islam.
Mereka yang kebanyakan berasal dari Persia merasa tidak diperlakukan setara dengan orang-orang Arab karena mendapat beban pajak yang sangat tinggi. (Dudung Abdurrahman, 2002: 98). Kelompok-kelompok inilah yang telah mendukung revolusi Abbasiyah untuk menggulingkan kekuasaan BaniUmayyah.
Oleh karena itu, logis kalau Bani Hasyim mencari jalan keluar dengan mendirikan gerakan rahasia untuk menumbangkan Dinasti Umawiyah. Gerakkan ini menghimpun; Keturunan Ali (Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah, Keturunan Abbas (Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim al-Iman, Keturunan bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim al- Khurasan. Mereka memusatkan kegiatanya di Khurasan. Dengan usaha ini, pada tahun 132 H/750 M, tumbanglah dinasti Umawiyah dengan terbunuhnya Marwan bin Muhammad, Khalifah terakhir.
Dari penjelasan di atas dapat dipahami proses berdirinya Dinasti Abbasiyah diawali dengan dua strategi, yaitu: satu dengan sistem mencari pendukung dan penyebaran ide secara rahasia, hal ini sudah berlangsung sejak akhir abad pertama hijriah yang bermarkas di Syam dan tempatnya di Al-Hamminah, sistem ini berakhir dengan bergabungnya abu muslim Al- khurasani pada jum ‘iyah yang sepakat atas terbentuknya Dinasti Abbasiyah.
Sedangkan strategi ke dua di lakukan secara terang-terangan dan himbauan-himbauan di forum- forum resmi untuk mendirikan Dinasti Abbasiyah berlanjut dengan peperangan melawan Dinasti Umawiyah. Dari dua strategi yang diterapkan oleh Muhammad bin Al-Abasy dan kawan-kawannya sejak ahir abad pertama sampai 132 H/750 M, akhirnya membuahkan hasil dengan berdirinya Dinasti Abbasiyah. (Samsul Nizar,2008: 65).
Dinasti Abbasiyah mencapai keberhasilannya disebabkan dasar-dasarnya telah berakar semenjak Umayyah berkuasa. Ditinjau dari proses pembentukannya, dinasti Abbasiyah didirikan atas dasar-dasar antara lain: (Ajid Thohir, 2004: 44). (a)Dasar kesatuan untuk menghadapi perpecahan yang timbul dari dinasti sebelumnya.
- Dasar universal (bersifat universal), tidak terlandaskan atas kesukuan.
- Dasar politik dan administrasi menyeluruh, tidak diangkat atas dasar keningratan.
- Dasar kesamaan hubungan dalam hukum bagi setiap masyarakat Islam.
- Pemerintahan bersifat Muslim moderat, ras Arab hanyalah dipandang sebagai salah satu bagian saja diantara ras-ras lain.